Minggu, 27 November 2011

Kearifan Lokal Mengusir Tikus dengan Tanaman Tertentu


By: M Abdul Rohim
KEARIFAN lokal acap tak dipercaya. Padahal, kearifan lokal merupakan titik nadi kehidupan orang Jawa. Banyak kearifan yang diperlihatkan wong Jawa dalam perilaku sehari-hari. Pergumulan mitos kerap menjadi landasan penting dalam setiap laku. Banyak berkeliaran mitos dan kepercayaan orang Jawa yang sering tak bisa dijelaskan secara ilmiah. Sesaji ketika hendak menanam atau memanen padi, misalnya, sampai sekarang belum bisa ditinggalkan masyarakat Jawa.
Soenarto dan Sutono dalam buku Tata Cara Slametan (1998) menjelaskan beberapa jenis sesaji yang biasa digunakan orang Jawa. Setiap sesaji yang digunakan dan upacara slametan yang dilakukan berbeda-beda, disesuaikan dengan acaranya.
Menggunakan Tanaman Begitu pula adat atau tradisi orang Jawa dalam mengusir hama tikus. Namun kini banyak yang tak mengenal dan mengetahui kearifan lokal dalam mengusir hama tikus itu. Dahulu, orang menggunakan tumbuhan dan tanaman di alam liar untuk mengusir tikus. Misalnya, ada yang menggunakan kulit buah durian (Durio zibethinus) yang diletakkan di depan sarang tikus. Orang dahulu mengerti tikus selalu berjalan melewati rute yang sama untuk masuk-keluar sarang. Dengan menggunakan kulit buah durian dipercaya akan membuat takus tikus. Duri yang runcing dan bau yang harum membuat tikus meninggalkan sarang dan mencari sarang baru, sehingga pergi jauh dari tempat tersebut.
Orang Jawa juga menggunakan kembang untuk mengusir tikus. Kembang yang digunakan adalah kembang gading dan kenanga (Cananga odorata). Bau kembang yang harum dan menyengat itu membuat kapok tikus dan curut. Orang Jawa mengerti tikus dan semacamnya tak suka bau wangi. Karena itulah, tikus dan sejenisnya biasa bersarang di tempat-tempat kumuh. Di gudang-gudang mati, tempat sampah, kolong jembatan, dan saluran dengan air yang tak mengalir sering dijadikan sarang tikus untuk berkembang biak. Namun masyarakat sekarang tak mengerti dan jarang yang tahu tentang teknik penanggulangan hama itu secara tradisional. Masyarakat sekarang lebih berhasrat membasmi hama tikus dengan teknik modern. Masyarakat lebih berhasrat membunuh tikus yang merupakan rangkaian ekologi alam. Namun, alhasil, hama tikus saat ini telah menjamah pelbagai daerah di Nusantara yang justru getol membumihanguskan hewan pengerat itu.
Keseimbangan Alam Ada juga tradisi masyarakat dahulu yang menggunakan ular untuk mengusir tikus. Teknik itu untuk menyelamatkan tanaman sekaligus mempertahankan keseimbangan ekologi alam. Karena tikus merupakan makanan kesukaan ular, teknik itu untuk menjaga alam agar tak timpang. Masyarakat saat ini jarang yang memikirkan perkara yang dirasa sepele. Mereka sudah tak lagi memandang dan mempertimbangkan ekosistem alam. Ular saat ini justru gencar diburu demi kepentingan domestik. Tak ayal, perkembangbiakan tikus pun tak terkendali. Akibatnya, serangan tikus meluas dan sulit ditanggulangi.
Menengok beberapa tahun silam, tentu kita bisa merasakan serangan tikus tidak seganas saat ini. Pemburuan ular secara masif merupakan salah satu sebab kemerbakan serangan tikus. Dalam ilmu biologi terlalu sering dijelaskan ekologi yang tak seimbang menyebabkan kehidupan timpang. Dan, itulah yang kini dirasakan masyarakat, terutama kaum petani.
Tikus berkembang biak sangat cepat. Masa hamil hewan itu hanya tiga minggu dan beranak banyak. Tak mengherankan jika hewan itu sangat sulit dikendalikan. Meski masyarakat berbondong-bondong membunuhnya, hewan itu tetap menjadi hama yang mencemaskan dan kerap menggagalkan pertanian. Maka tak ada cara lain untuk mencegah, yakni hanya dengan menjaga keseimbangan ekologi.
Di lereng Muria terdapat pohon pakis haji (Cyras rumphii) yang berkulit seperti ular. Masyarakat sekitar percaya, kulit pohon itu bisa digunakan untuk mengusir tikus. Biasanya petani di lereng Muria meletakkan kulit pakis haji di sudut-sudut sawah. Karena tikus takut pada ular, kulit pohon itu cocok untuk menakui-nakutinya. Dan, sampai saat ini kulit pohon itu bisa dijumpai dan dijual di dekat lokawisata Muria.
Kearifan orang Jawa terdahulu bukan tanpa sebab. Kearifan lokal yang disuguhkan merupakan manifestasi usaha mempertahankan kehidupan agar seimbang dan selaras sehingga damai dan tentram. Kearifan itu bersumber dari rasa kasih sayang. Dengan rasa itulah orang Jawa dulu tak membabi buta memburu ular seperti sekarang. Karena kasih sayang mereka tak hanya untuk manusia, tetapi juga untuk alam semesta. Kearifan lokal orang Jawa selain mengandung makna yang dalam juga banyak yang logis jika ditelaah secara ilmiah. Namun kini kearifan itu tinggal kenangan manis yang tersimpan dan hampir terlupakan. sumber: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/02/28/138362/Kearifan-Lokal-Mengusir-Tikus

Berdasarkan artikel tersebut kita dapat mengetahui bahwa dengan kearifan lokal yang digunakan dalam membasmi tikus banyak manfaat yang dapat diperoleh.dengan menggunakan jenis tanaman tertentu seperti pohon durian ataupun pohon pakis haji. salah satunya menjaga kelestarian lingkungan karena bebas pestisida dan dapat terus melestarikan jenis tanaman tertentu karena keberadaannya sangat dibutuhkan dalam membasmi tikus. sehingga populasi tanaman tersebut dapat terus ldikembangbiakkan dan varietasnya dapat trus ditemukan sampe saat ini.